Minggu, 08 Februari 2009

Helmi Yahya : SUKSES BISNIS SI RAJA KUIS

Di tengah kesibukannya Helmy yahya masih menyempatkan
diri menulis novel. Triwarsana perusahaan yang kini
ditanganinya mungkin adalah Production House tersibuk
di Indonesia, akhir tahun ini saja mereka akan
menangani 30 program acara televisi.
Tampaknya sulit mencari orang yang tidak mengenal
Helmy Yahya. Tokoh pengusaha muda yang akrab dengan
dunia hiburan televisi, se-abreg aktivitas kini
ditekuninya. Namun kalau boleh memilih antara menjadi
seorang entertainer, pembawa acara (MC), dosen,
manajer, artis, penyanyi atau menjadi seorang
pengusaha, Helmy yahya lebih suka jika orang
mengenalnya sebagai seorang pengusaha. Karena
menurutnya ter-cebur-nya ia ke dunia entertainment
hanyalah sebuah kebetulan semata. Di tengah
kesibukannya Helmy masih tercatat sebagai Dosen STAN
(Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) untuk mata kuliah
Pemasaran, Teori Akuntansi, dan Etika Bisnis, pastilah
menyenangkan menjadi salah seorang mahasiswanya.
Menjadi dosen adalah salah satu komitmennya yang akan
terus ia lakoni, “Saya berasal dari dunia kampus, jadi
saya tidak akan meninggalkannya,” ujarnya.

Semua berawal dari sebuah pertunjukan musik di STAN,
Helmy saat itu bersama teman-temannya mengundang Ireng
Maulana. Tampaknya Ireng Maulana sangat terkesan
dengan gaya Helmy memanajemeni pertunjukan tersebut,
kebetulan saat itu Ireng Maulana All Stars adalah band
pengisi acara “Berpacu Dalam Melodi” yang diasuh oleh
Master of Quiz Indonesia Ibu Ani Sumadi. Sejurus
kemudian Helmy telah bergabung dengan Ani Sumadi
Production, sepuluh tahun lamanya (kurun waktu
1989-1999) ia menimba ilmu dari Ibu Ani Sumadi, merasa
dirinya harus lebih berkembang maka pada tahun 1999 ia
memutuskan keluar dari Ani Sumadi Production, dan
langsung mengibarkan bendera Joshua Enterprise dan
Helmy Yahya Production House, keduanya kemudian
dilebur dalam satu wadah Triwarsana yang merupakan
perusahaan patungan antara Helmy Yahya, Joddy Suherman
(ayah Joshua-red) dan Liem Sio Bok.

Redaksi Manajemen berhasil mewawancarai Helmy Yahnya,
setelah pengambilan gambar Kuis Siapa Berani.
Wawancara berlangsung di dalam mobil pribadinya,
karena satu jam kemudian ia harus menghadiri pertemuan
dengan kliennya. Helmy memilih duduk di bangku depan,
seolah ia tidak ingin tampak seperti seorang bos yang
duduk di kursi belakang, dan tidak akan masuk ke mobil
sebelum sang sopir membukakan pintu untuknya. Mobilnya
sarat dengan tumpukan buku, sebakul penuh oleh-oleh
dari kota kembang buah tangan peserta Kuis Siapa
Berani. Di dalam mobil juga ada Reinhard Tawas wakil
Helmy di Triwarsasa yang dulu pernah dikenal sebagai
komentator NBA Games di SCTV. Selanjutnya wawancara
mengalir, dan Helmy yahya pun bertutur tentang
perjalanan suksesnya.

Saya tidak pernah memimpikan keberhasilan ini, karena
saya memimpikannya lebih berhasil dari ini, ha…ha..ha…
Tidak, saya tidak pernah bermimpi, saya pikir hidup
saya akan menjadi seorang professional seperti dokter
atau insinyur, saya tidak pernah bermimpi untuk
menjadi seorang entertainer atau memiliki perusahaan.
Saya Cuma bermimpi untuk menjadi kaya. Cita-cita saya
sebelumnya adalah menjadi seorang dokter, namun
anehnya saya tidak pernah menempuh pendidikan yang
seharusnya ditempuh untuk menjadi seorang dokter. Saya
malah memilih akuntansi, karena pada saat itu saya
harus mencari sekolah yang ‘gratis’ karena saya yakin
kedua orang tua saya tidak akan pernah mampu membiayai
sekolah saya. Oleh karena itu saya keluar dari IPB dan
masuk STAN.

Saya menyikapi anggapan orang yang menganggap saya
sekarang lebih tinggi dari kakak kandung saya Tantowi
Yahya secara biasa-biasa saja, saya akui saya banyak
belajar darinya. Kami sama-sama memulai dari nol, jadi
saya pikir kita sama-sama mensyukuri apa-apa yang
telah kami dapatkan. Sekarang mungkin saya sedikit
lebih unggul dari Tanto, mungkin lain waktu kembali
Tanto yang lebih unggul, bagi saya nggak ada masalah,
wong bersaing dengan orang lain saja saya tidak ada
masalah apalagi dengan kakak sendiri.
Saya bersyukur kepada kedua orang tua saya yang
memungkinkan saya untuk meraih semua ini, ayah saya
sudah meninggal dan ibu saya sudah tua dan sekarang
sering sakit-sakitan. Kedua saya juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada istri saya tercinta,
Harfansi Yahya, tanpa dukungan darinya saya tidak akan
menjadi seperti sekarang, juga kepada ketiga anak
saya.

Saya tidak pernah membuat pentahapan dalam mencapai
apa yang kini saya dapatkan, saya bukan orang yang
begitu rigid dan menyusun planning, filosofi saya
mengalir saja, yang penting saya berusaha untuk jalan
terus, saya berusaha agar setiap hari ada sesuatu yang
bertambah. Namun demikian saya tidak pernah terkejut
dengan apa yang saya dapatkan, karena apa yang saya
dapatkan adalah hasil dari sebuah proses, jadi saya
tidak pernah mengenal apa yang dikatakan orang “aji
mumpung” atau mendapatkan sesuatu dari sebuah ketidak
sengajaan. Walaupun menurut saya Kuis “Siapa Berani”
itu merupakan sebuah serendipity, sebuah kebetulan
yang kemudian menjadi sesuatu yang sangat luar biasa.

Masa-masa ketika saya hanya menjadi dosen di STAN
dengan gaji yang sangat terbatas, dengan tiga orang
anak adalah masa-masa yang sulit dalam perjalanan
karir saya, saat-saat seperti inilah saya mendapatkan
pelajaran kehidupan. Masa kecil saya sangat
memprihatinkan, saya tidak pernah minum susu, tidak
pernah mengenal sabun mandi, tidak pernah mengenal
shampoo, baju pun seadanya, celana saya hanya dua
hingga tiga potong saja, seringkali saya bermain
dengan bertelanjang dada, tidak ada yang istimewa,
saya lebih banyak belajar di jalanan. Itu juga yang
dialami oleh keempat saudara saya yang lainnya
termasuk Tanto, kehidupan yang sangat memprihatinkan
inilah yang kemudian memotivasi kami untuk menggapai
kesuksesan. Ayah kami senantiasa mengatakan, “Jangan
keduluan gaya daripada penghasilan.” Jadi sebelum
berhasil jangan gaya-gayaan dulu namun jika sudah
sukses mau gaya apapun silakan saja. Satu lagi yang
saya ingat, kedua orang tua kami adalah orang tua yang
tidak dengan mudah akan memenuhi apa yang kami minta,
mereka baru mau memberikan sesuatu, setelah kami
anak-anaknya melakukan sesuatu untuk mendapatkannya.
Kenyataannya pahit di masa lalu inilah yang kemudian
menjadi semacam bekal untuk menghadapi keadaan sesulit
apapun, dan saya selalu mengatakan apa yang saja
dapatkan sekarang adalah akumulasi dari kerja keras
dan keprihatinan yang telah saya lalui selama ini.

Dari setiap kegagalan saya selalu dapat menarik
pelajaran darinya, seperti ketika banyak orang yang
mengatakan Film “Joshua oh Joshua” gagal, namun
menurut saya tidak. Karena ternyata ketika film itu
ditayangkan di televisi pada malam tahun baru
ratingnya 17, dan itu adalah rating tertinggi, lebih
tinggi dari acara yang dikemas secara khusus dengan
biaya yang tinggi pada malam yang sama. Produser film
Joshua oh Joshua masih kerap menghubungi kami, namun
kami sendiri yang merasa kapok’ . Karena kita harus
tahu diri, karena di film terlalu banyak menyita
waktu. Dan pada awalnya ketika kami menggarap film itu
tak lain sebagai bentuk apresiasi kami kepada
perfilman nasional, itu saja.

Saya selalu bersiap diri untuk mengantisipasi
kegagalan, bersiap diri untuk menghindari kegagalan.
Misalnya saya ditunjuk untuk membawakan acara yang
sama sekali baru bagi saya, tentunya akan menyebabkan
rasa nervous, dan untuk menghilangkan rasa itu saya
mempersiapkan diri. Contoh lainnya ketika saya
beberapa saat yang lalu ditantang oleh Renny Jayusman
untuk menyanyikan lagu-lagu rock di Hard Rock Café,
jujur saya akui ini adalah sesuatu yang baru bagi
saya, dan jika selama ini saya kerap menantang orang
di Kuis Siapa Berani, lalu mengapa saya harus mundur
jika saya mendapatkan tantangan. Saat itu ada rasa
takut di diri saya jika saya akan gagal. Bahkan Tanto
marah besar kepada saya ketika saya menerima tantangan
itu, bagi Tanto buat apa saya mempertaruhkan reputasi
saya untuk hal yang menurut Tanto tidak patut untuk
dilaksanakan. Menurut saya satu-satunya menjawab
tantangan itu adalah dengan mempersiapkan diri, bukan
malah lari,

Dan Alhamdulillah saya berhasil, setelah pertunjukan
itu saya berhasil mendapatkan kontrak, saya langsung
kontrak untuk rekaman, saya juga mendapatkan kontrak
untuk sebuah acara musik di televisi.
Kita membutuhkan tantangan untuk membuat diri kita
menjadi lebih baik, dan jika Anda dihadapkan pada
sebuah tantangan jangan mengelak dari tantangan itu,
namun cobalah sekeras mungkin untuk menjawab tantangan
itu, belajar dan berlatihlah secara terus menerus, dan
ini yang saya lakukan.

Jika Tanto dikenal pertama kali lewat Kuis Gita
Remaja, maka saya dikenal oleh khalayak luas lewat
Kuis Siapa Berani, walaupun sebelumnya saya juga telah
terlibat dalam banyak acara olahraga seperti NBA
Games. Pengalaman saya membawa acara olahraga juga
menarik, karena di sana saya bersama dengan Agus Maulo
dan Reinhard Tawas seperti membawa genre baru. Karena
kami membawakan acara olahraga tersebut dengan emosi
yang baru, kami biasa berteriak, atau melakukan hal
lainnya yang tidak pernah kita temui pada acara serupa
di waktu-waktu sebelumnya. Saya juga sempat
mendapatkan kritik, karena saya berbicara dengan speed
yang tidak wajar, namun saya bilang kepada mereka
inilah sport, inilah basket ball semuanya berlangsung
cepat. Dan Anda lihat sekarang hampir semua pembawa
acara olahraga telah berubah, saya senang jika saya
bisa membawa sebuah perubahan.

Saya juga butuh sekali tim yang baik untuk mendukung
karir saya dan tentunya untuk kepentingan Triwarsana.
Saat ini Triwarsana telah menangani 17 program acara
televisi, dan di akhir tahun nanti Insya ALLAH akan
menjadi 30 program acara. Karena bagi kami melakukan
semua ini adalah tuntutan agar kami dapat terus
berkembang, dan saya tidak pernah ambil pusing jika
ada orang yang kemudian menganggap saya greedy. Tim
saya kini berjumlah 70-an orang. Anda bayangkan setiap
program setidaknya harus ditangani oleh 5-6 orang, ini
artinya tim saya telah bekerja dengan baik.
Alhamdulillah saya tidak pernah dibuat pusing atau
frustasi memikirkan segala sesuatunya agar dapat
berjalan seperti yang kami harapkan, karena saya
percaya tim saya sangat mengetahui apa yang mereka
lakukan. Kepercayaan adalah kata kuncinya, dan saya
bersyukur seluruh tim saya adalah anak-anak muda yang
dapat dipercaya, dan mereka bekerja selama 24 jam,
mereka juga melakukan hal ini dengan hati yang tulus,
mungkin saya telah menginspirasi mereka. Uniknya tidak
ada satu pun dari anggota tim saya yang berlatar
belakang dunia broadcast, termasuk saya yang berasal
dari disiplin ilmu akuntansi, namun karena kita telah
komitmen untuk terus belajar maka kami sebagai team
work dapat dikatakan berhasil. Tidak berlebihan jika
kemudian saya mengatakan, “Jika Anda ingin menyaksikan
secara langsung the magic of team work lihatlah
bagaimanana kami bekerja.”

Saya baru bisa tidur jam 12 malam. Biasanya saya
menyempatkan diri untuk berenang sebentar antara 10
hingga 15 menit, bagi saya saat seperti ini adalah
saat saya dapat melakukan relaksasi, sehingga
kepenatan seharian bisa saya tuntaskan. Setelah itu
saya lanjutkan dengan membaca buku. Aktivitas saja
buka dengan melaksanakan Shalat Subuh. Jam 8 pagi saya
harus sudah berada di Indosiar untuk Kuis Siapa
Berani.

Anda bayangkan dengan 17 program acara, kadang saya
harus menyusun waktu sedemikian rupa agar saya bisa
menyaksikan proses pengambilan gambar dari ke-17
program tersebut. Belum lagi dengan 6-7 kali meeting
dalam seharinya. Malam harinya saya juga kerap
didaulat untuk menjadi MC pada acara-acara tertentu.
Dan saya bersyukur masih dapat mengaturnya dengan
baik, sehingga tidak ada satupun yang tertinggal,
terutama perhatian saya kepada keluarga saya, bagi
saya ini adalah prioritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar